Jumat, 27 Januari 2012

PENGADAAN TANAH PROYEK MIGAS MASUK KEPENTINGAN UMUM

Jakarta – Pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur minyak dan gas bumi dinyatakan sebagai pengadaan tanah untuk kepentingan umum karena itu Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya tanah untuk infrastruktur minyak dan gas tersebut. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2012 Tentang PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM yang telah diundangkan pada tanggal 14 Januari 2012.
Pasal 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyebutkan sejumlah kriteria kegiatan pengadaan tanah yang masuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum termasuk diantaranya Infrastruktur minyak dan gas dan panas bumi, pertahanan dan keamanan nasional, jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum, rumah sakit Pemerintah atau rumah sakit Pemerintah Daerah.
Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah abgi pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak yaitu pemilik tanah sebelum dibeli untuk kepentingan umum.
Pihak pemilik tanah wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud daalam Pasal 10 wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dalam hal instansi yang memerlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah Badan Usaha Milik Negara maka tanah yang akan digunakan tersebut akan menjadi milik Badan Usaha Milik Negara.

Kamis, 26 Januari 2012

PRODUKSI MINYAK NASIONAL TURUN AKIBAT BUPATI MUSI RAWAS


Jakarta – Produksi minyak nasional terganggu, penerimaan Negara terancam, APBN 2012 kehilangan pemasukkan akibat produksi Sele Raya Merangin Dua sebesar 1.300 barel minyak per hari yang terhenti sejak awal pekan ini dipicu surat Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti yang memerintahkan penghentian pengangkutan minyak mentah menggunakan truk tangki sampai batas waktu yang tidak ditentukan. 

Dalam suratnya tersebut, secara sepihak, pemerintah kabupaten Musi Rawas membatalkan perjanjian kerja sama pemanfaatan jalan untuk pengangkutan minyak mentah antara pemerintah Musi Rawas dengan Sele Raya.

“Pemerintah daerah meminta pengangkutan minyak mentah dilakukan melalui pipa transmisi,” kata Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, Gde Pradnyana di Jakarta, Kamis (26/1) seperti dikutip situs resmi BPMIGAS.

Bupati Ridwan Mukti mengklaim penutupan Jembatan Bingin Teluk oleh masyarakat di wilayah Desa Mandiangi, Kecamatan Rawas Ilir pada 14 Januari 2012 lalu disebabkan ketidakpuasan masyarakat atas rusaknya jalan di Rawas Ilir karena kegiatan pengangkutan minyak mentah yang dilakukan Sele Raya.

Namun, hal ini dibantah Tokoh masyarakat Rawas Ilir, Damra Upaya. Menurutnya, masyarakat melakukan aksi demo di jembatan dalam upaya menagih janji bupati agar merealisasikan perbaikan dan peningkatan kualitas jalan dari dan menuju Rawa Ilir. “Saat ini kondisinya rusak berat,” katanya saat bertemu perwakilan BPMIGAS di Palembang.

Dia menegaskan, tidak ada kaitan demo yang dilakukan masyarakat dengan penghentian pengangkutan minyak Sele Raya sebagaimana yang tercantum dalam surat keputusan bupati Musi Rawas. Masyarakat tetap terbuka terhadap investasi yang masuk di daerahnya selama membawa kebaikan untuk masyarakat sekitar. “Bupati jangan mengadu domba masyarakat dengan Sele Raya,” kata Damra.

Gde menambahkan, terkait pembangunan pipa transmisi, BPMIGAS dan Sele Raya telah sepakat untuk membangunnya. “Tapi butuh waktu beberapa tahun, sehingga untuk sementara pengangkutan minyak menggunakan truk” katanya.

Hal ini berdasarkan studi kajian pembangunan pipa yang telah dilakukan Sele Raya. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pipa sepanjang 180 kilometer itu antara lain, pembebasan lahan, perijinan jalur pipa (right of way/ROW), hingga pipa yang melewati hutan lindung.

Dia mengungkapkan, penghentian produksi sangat beresiko merusak reservoir yang dapat mengakibatkan matinya sumur-sumur produksi Sele Raya. Kejadian penghentian ini bukan yang pertama kalinya. Pada 19 sampai 23 Desember 2011 lalu terjadi menutupan jalan di Kecamatan Lakitan, di perkebunan kepala sawit milik perorangan. Akibatnya, produksi Sele Raya berkurang selama 13 hari dari 19 Desember 2011 sampai 1 Januari 2012 hingga titik terendah yaitu 150 barel minyak per hari

Rabu, 25 Januari 2012

PERTAMINA DIDESAK TENTUKAN KEBUTUHAN GAS JAWA TENGAH

Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) meminta PT Pertamina (Persero) untuk menentukan kebutuhan gas di Jawa Tengah dalam rangka pemilihan pasokan gas pada fasilitas penerima gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) di Jawa Tengah yang direncanakan selesai pada tahun kuartal kedua 2013.

Tenaga Ahli BP Migas Fathor Rahman mengatakan bahwa saat ini kebutuhan gas untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur telah bisa dipenuhi oleh dua lapangan gas yang memproduksi sekitar 450 mmscfd yaitu berasal dari Lapangan Madura MD yang memproduksi sekitar 150 mmscfd dan Lapangan Terang Sirasun di Jawa Timur sebesar 300 mmscfd.

“Kan pasokannya sudah ada kalau untuk kebutuhan Transjawa. Lalu pasokan FSRU mau untuk siapa saja,” ujar Fathor yang ditemui di Kantor BP Migas, Jakarta Rabu (25/1/2012).

Selain untuk kebutuhan industri, lanjutnya FSRU tersebut rencananya juga akan memasok gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tambak Lorok. “Tapi kan (pasokannya) itu sudah dapat dari Kepodang,” tegasnya.

Selanjutnya, lanjut Fathor, Pertamina mengatakan bahwa gas dari FSRU akan ke Jawa Barat. “Tapi kan itu tidak konsisten jadinya,” kata Fathor.

Lebih lanjut BP Migas belum memastikan gas dari Kilang Tangguh sebesar tiga juta metrik ton per tahun akan dialokasikan ke FSRU Jawa Tengah atau Belawan.

“Takutnya nanti kalau tidak pasti alokasi gasnya untuk siapa, gas yang telah kita sediakan tidak terserap lagi karena pembangunan FSRU tersebut telat atau malah tidak jadi. Akibatnya liquified natural gas (LNG) tersebut harus dijual ke spot market yang harganya USD3 per mmbtu dibawah harga pasar. Saat ini harga LNG internasional berada pada USD16-17 per mmbtu," ujar Fathor.

Dirinya mengatakan kejadian yang sama juga terjadi pada pasokan LNG ke FSRU Teluk Jakarta yang molor hampir selama dua tahun. "BP Migas telah menyediakan LNG untuk FSRU Teluk Jakarta sejak tahun 2007. Namun, karena FSRU Teluk Jakarta terlambat beroperasi, maka BP Migas terpaksa melepas stok ke spot market," tegasnya.

Lebih lanjut Fathor menambahkan BP Migas mengaku telah menyisihkan 23 kargo dari kilang Bontang untuk FSRU Teluk Jakarta Tahun ini. "Namun, pihak Nusantara Regas yang semula mengatakan FSRU Teluk Jakarta akan selesai Januari tahun ini namun molor menjadi April tahun ini. Jadi kami terpaksa melemparnya ke spot market,” pungkasnya. (Sumber: sindonews.com)