Kamis, 26 Januari 2012

PRODUKSI MINYAK NASIONAL TURUN AKIBAT BUPATI MUSI RAWAS


Jakarta – Produksi minyak nasional terganggu, penerimaan Negara terancam, APBN 2012 kehilangan pemasukkan akibat produksi Sele Raya Merangin Dua sebesar 1.300 barel minyak per hari yang terhenti sejak awal pekan ini dipicu surat Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti yang memerintahkan penghentian pengangkutan minyak mentah menggunakan truk tangki sampai batas waktu yang tidak ditentukan. 

Dalam suratnya tersebut, secara sepihak, pemerintah kabupaten Musi Rawas membatalkan perjanjian kerja sama pemanfaatan jalan untuk pengangkutan minyak mentah antara pemerintah Musi Rawas dengan Sele Raya.

“Pemerintah daerah meminta pengangkutan minyak mentah dilakukan melalui pipa transmisi,” kata Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, Gde Pradnyana di Jakarta, Kamis (26/1) seperti dikutip situs resmi BPMIGAS.

Bupati Ridwan Mukti mengklaim penutupan Jembatan Bingin Teluk oleh masyarakat di wilayah Desa Mandiangi, Kecamatan Rawas Ilir pada 14 Januari 2012 lalu disebabkan ketidakpuasan masyarakat atas rusaknya jalan di Rawas Ilir karena kegiatan pengangkutan minyak mentah yang dilakukan Sele Raya.

Namun, hal ini dibantah Tokoh masyarakat Rawas Ilir, Damra Upaya. Menurutnya, masyarakat melakukan aksi demo di jembatan dalam upaya menagih janji bupati agar merealisasikan perbaikan dan peningkatan kualitas jalan dari dan menuju Rawa Ilir. “Saat ini kondisinya rusak berat,” katanya saat bertemu perwakilan BPMIGAS di Palembang.

Dia menegaskan, tidak ada kaitan demo yang dilakukan masyarakat dengan penghentian pengangkutan minyak Sele Raya sebagaimana yang tercantum dalam surat keputusan bupati Musi Rawas. Masyarakat tetap terbuka terhadap investasi yang masuk di daerahnya selama membawa kebaikan untuk masyarakat sekitar. “Bupati jangan mengadu domba masyarakat dengan Sele Raya,” kata Damra.

Gde menambahkan, terkait pembangunan pipa transmisi, BPMIGAS dan Sele Raya telah sepakat untuk membangunnya. “Tapi butuh waktu beberapa tahun, sehingga untuk sementara pengangkutan minyak menggunakan truk” katanya.

Hal ini berdasarkan studi kajian pembangunan pipa yang telah dilakukan Sele Raya. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pipa sepanjang 180 kilometer itu antara lain, pembebasan lahan, perijinan jalur pipa (right of way/ROW), hingga pipa yang melewati hutan lindung.

Dia mengungkapkan, penghentian produksi sangat beresiko merusak reservoir yang dapat mengakibatkan matinya sumur-sumur produksi Sele Raya. Kejadian penghentian ini bukan yang pertama kalinya. Pada 19 sampai 23 Desember 2011 lalu terjadi menutupan jalan di Kecamatan Lakitan, di perkebunan kepala sawit milik perorangan. Akibatnya, produksi Sele Raya berkurang selama 13 hari dari 19 Desember 2011 sampai 1 Januari 2012 hingga titik terendah yaitu 150 barel minyak per hari