Senin, 20 Februari 2012

BUPATI BOJONEGORO AKHIRNYA KELUARKAN IZIN PRINSIP BLOK CEPU

Jakarta - Mobil Cepu Limited, anak usaha ExxonMobil Oil Indonesia  memperoleh izin prinsip persiapan penyediaan lahan untuk kegiatan rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) I di Blok Cepu dari Bupati Bojonegoro, 14 Februari 2012. Rudi Rubiandini, Deputi Pengendalian Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), mengatakan izin prinsip dari bupati Bojonegoro merupakan izin awal sebelum diterbitkannya izin mendirikan bangunan (IMB) yang menjadi dasar pelaksanaan pengerjaan EPC I secara menyeluruh.

"Semua pihak, baik Mobil Cepu, bupati, PT Tripatra Engineering dan Samsung (kontraktor EPC I) sudah sepakat, sehingga pengerjaan  pengadaan barang dan konstruksi fasilitas produksi utama berkapasitas 165 ribu barel per hari sudah bisa dimulai,” ujar Rudi, akhir pekan lalu.

Kegiatan pengadaan dan konstruksi tahap pertama baru bisa dilakukan sekarang setelah tertunda selama hampir dua bulan karena belum adanya IMB dari Bupati Bojonegoro. Izin prinsip dari bupati merupakan izin awal sebelum diterbitkannya IMB yang menjadi dasar pelaksanaan pengerjaan EPC I secara menyeluruh. “Setelah IMB keluar, kontraktor bisa menyelesaikan proses konstruksi dan bisa disusul dengan proses EPC 2 sampai EPC 5,” ujar Rudi.

Proyek pembangunan fasilitas produksi Blok Cepu terdiri atas lima bagian proyek EPC, antara lain EPC I untuk pembangunan fasilitas produksi utama (central fuel facility), EPC 2 untuk desain dan instalasi pipa darat, dan EPC 3 untuk proyek pipa lepas pantai dan tambatan. Sementara EPC 4 merupakan pembangunan fasilitas penyimpanan dan alir muat terapung (floating storage and offloading/ FSO) bermuatan maksimal 1,7 juta barel, dan EPC 5 untuk pengembangan fasilitas infrastruktur.

Rudi mengatakan, proses EPC 2-EPC 4 tidak memerlukan IMB dari bupati setempat, sementara untuk pengerjaan EPC 5 operator harus kembali memperoleh IMB dari karena terkait fasilitas infrastruktur. Namun, IMB untuk EPC 5 tidak diperlukan dalam waktu dekat, sehingga bersifat tidak mendesak. BP Migas menargetkan izin mendirikan bangunan untuk pengerjaan EPC 5 itu sudah bisa diperoleh pada pertengahan tahun ini. "Kami harap produksi akan berjalan sesuai jadwal, yakni sekitar Juli atau Agustus 2014," ujarnya.

Berdasarkan surat izin prinsip dari Bupati Bojonegoro kepada Kepala BP Migas pada 14 Februari, bupati meminta Mobil Cepu selaku operator blok Cepu segera melengkapi persyaratan yang diperlukan terkait penerbitan IMB yang definitif sebelum dimulainya pekerjaan EPC 1 secara menyeluruh.

Rexy H Mawardijaya, Field Public and Government Affairs Manager Mobil Cepu, mengatakan terbitnya izin prinsip dari bupati Bojonegoro membuat kontraktor EPC 1, yakni Tripatra dan Samsung, sudah bisa melakukan kegiatan prakonstruksi, seperti mengambil contoh (sampling) tanah, pengukuran, mobilisasi alat-alat berat dan sebagainya. Sementara proses konstruksinya menurutnya baru bisa dilakukan setelah IMB terbit.

Mobil Cepu menurut Rexy terus berupaya melengkapi persyaratan penerbitan IMB, terutama terkait enam poin terkait sosial ekonomi di sekitar lokasi, antara lain pergantian tanah kas desa, akses Jalan Temlokorejo dan Jalan Rajekwesi, dan penyediaan lapangan sepak bola.
"Pada 24 Februari kami akan kembali bertemu dengan pihak Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk melaporkan informasi terbaru terkait enam poin yang diajukan pemerintah kabupaten setempat. Kami pun berharap IMB ini bisa secepatnya keluar," jelas dia.

Selain izin mendirikan bangunan untuk EPC 1, lanjut Rexky, Mobil Cepu juga masih memerlukan IMB untuk EPC 5, karena terus memproses izin tersebut, sehingga bisa terbit sesuai dengan rencana semula. "Sejauh ini kami rasa target produksi masih akan berjalan sesuai jadwal, yaitu 2014," ujarnya.

Mobil Cepu memproyeksikan produksi minyak dari lapangan Banyu Urip, Blok Cepu tahun ini stagnan di level 20 ribu barel per hari. Jeffrey Haribowo, juru bicara ExxonMobil, sebelumnya menyatakan belum bertambahnya produksi minyak dari Blok Cepu tersebut disesuaikan dengan kapasitas fasilitas produksi awal yang dirancang untuk memproduksi 20 ribu barel per hari."Selain itu, kapasitas produksi juga bergantung pada kemampuan buyer untuk ambil minyak," jelas dia.

Saat ini minyak dari lapangan Banyu Urip dijual ke kilang milik PT Tri Wahana Universal sekitar 6.000 barel per hari. Sementara sisanya ke fasilitas Pertamina di Mudi, Tuban, Jawa Timur. Produksi tersebut berasal dari empat sumur yang berada di lapangan tersebut. “Untuk mencapai target produksi puncak sebesar 165 ribu barel per hari, kami berencana menambah sumur hingga 49 buah," jelas dia.(Sumber : Indonesia Finance Today)

Selasa, 14 Februari 2012

POLISI AMANKAN PROYEK BLOK CEPU

Jakarta - Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) menandatangani perjanjian kerjasama dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk pengamanan khusus terhadap proyek pengembangan lapangan Banyu Urip, Blok Cepu yang dikelola Mobil Cepu Limited sebagai proyek nasional untuk pencapaian produksi minimal 1,01 juta barel per hari pada 2014 sesuai Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional.

Proyek blok Cepu merupakan salah proyek strategis nasional dengan tingkat produksi mencapai 165.000 barel minyak per hari pada 2014 dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Negara dalam APBN serta memberikan multiplier efek yang pada akhirnya mampu mensejahterakan seluruh rakyat di Indonesia secara keseluruhan.
Nota kesepahaman tersebut ditandatangani Deputi Umum, BPMIGAS, J. Widjonarko dan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Hadiatmoko. Dengan penandatanganan ini diharapkan bantuan keamanan dari Polda Jatim dapat diberikan dengan cepat, tepat dan efektif sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
“Karena blok Cepu merupakan aset nasional dan merupakan kepentingan nasional maka kami berharap produksi dapat tercapai tepat pada waktunya, untuk itu kami menandatangani perjanjian kerjasama pengamanan khusus dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk mengamankan seluruh operasional pengembangan Blok Cepu,” kata Deputi Umum BPMIGAS J. Widjonarko saat penandatanganan kerjasama dilakukan di Surabaya, Senin (13/02).
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012, Presiden memerintahkan Gubernur, Bupati, Walikota untuk mempercepat proses perizinan untu semua proyek minyak dan gas bumi untuk peningkatan produksi minyak bumi nasional. “Kami menjalankan tugas sesuai denan peraturan dan perundangan yang berlaku termasuk Inpres 2/2012,” tegas Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Hadiatmoko.
Mobil Cepu Ltd sebagai operator Blok cepu akan membangun fasilitas penuh produksi sebesar 165.000 barel per hari, fasilitas pengolahan gas sebesar 124 juta kaki kubik per hari (mmscfd), fasilitas sumur produksi sebanyak 34 sumur dan pembangunan pipa pengiriman sepanjang 95 kilometer.
Lapangan Banyu Urip diperkirakan mengandung lebih dari 450 juta barel minyak. Fasilitas yang ada saat ini telah memungkinkan lapangan tersebut berproduksi pada kisaran 20.000 barel per hari. Hingga saat ini produksi minyak dari lapangan Banyu Urip telah mencapai 13 juta barel.

Rabu, 08 Februari 2012

BPMIGAS WAJIBKAN PEKERJA LAPOR HARTA KE KPK

Jakarta – Dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) berinisiatif mewajibkan seluruh pekerjanya untuk melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara.
Hal tersebut juga untuk mewujudkan komitmen BPMIGAS terhadap keterbukaan dan transparansi serta tanggungjawab sebagai penyelenggara Negara. BPMIGAS saat ini tengah melakukan transformasi kelembagaan untuk menjadi lembaga yang memiliki integritas dan bersih dalam rangka pengawasan dan pengendalian di industri hulu minyak dan gas bumi sesuai amanah Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang minyak dan Gas Bumi.
“Saat ini kita sedang melakukan Perubahan. Saat ini kita membangun integritas dan akan menjadi lembaga negara yang bersih dari korupsi sehingga kita dapat menjalankan amanah Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 untuk mengelola industri hulu migas dengan jauh lebih baik,” ujar Kepala BPMIGAS R. Priyono dalam kata sambutan saat sosialisasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Dia menegaskan Kejujuran, Keterbukaan dan Tanggungjawab akan menjadi landasan untuk membentuk lingkungan kerja yang bersih untuk menjalankan kaidah etika bisnis dan good corporate governance.
Sebelumnya BPMIGAS dan  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menandatangani kerja sama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Penguatan kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (mutual of understanding/MoU) antara Kepala BPMIGAS, R. Priyono dan Ketua KPK, Busyro Muqoddas di Jakarta, pada 14 November 2011.
Ruang lingkup nota kesepahaman mencakup kajian terhadap kegiatan pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu migas, pendidikan dan pelatihan, pertukaran informasi dan data, penerapan tata kelola yang baik, serta sosialisasi terkait upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor hulu migas.
Priyono menjelaskan, sejak tahun 2008, KPK dan BPMIGAS telah melakukan kajian beberapa hal yang perlu diperbaiki, diantaranya pengawasan lifting, cost recovery, dana abandonment site and restoration (ASR), pengadaan barang dan jasa, kelembagaan BPMIGAS, dan manajemen aset. “Kesemuanya telah kami tindaklanjuti agar pengelolaan sektor migas menjadi lebih baik,” kata Priyono.
Sebagai wujud transparansi, BPMIGAS juga terlibat aktif dalam program Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) Indonesia. BPMIGAS berperan mengkoordinasikan pelaporan seluruh kontraktor kontrak kerja sama yang produksi untuk menyampaikan pelaporan pendapatannya kepada Sekretariat EITI Indonesia. “Saat ini beberapa kontraktor telah menyampaikan laporannya,” katanya

Selasa, 07 Februari 2012

BPMIGAS AMANKAN KEBUTUHAN GAS UNTUK PABRIK PUPUK

JAKARTA -  Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) berkomitmen untuk menjaga pasokan gas untuk kebutuhan industri pupuk.
“Dari sisi hulu, kami akan memenuhi kebutuhan gas untuk industri pupuk, bahkan pengembangan pupuk 10 sampai 20 tahun nanti sudah kami alokasikan," ujar Rudi Rubiandini, Deputi Pengendali Operasi BP Migas di Jakarta, Selasa (7/2
Namun begitu, Rudi bilang, pasokan gas untuk industri pupuk terkendala infrastruktur transportasi. Apalagi produsen pupuk tidak menyediakan infrastruktur distribusi tersebut. Sementara, Perusahaan Gas Nasional (PGN) yang semula diharapkan membangun infrastruktur gas, kini cenderung menjadi trader gas.
Tahun ini, BP Migas mengaku sudah mengalokasikan gas untuk industri pupuk sebesar 645,2 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Gas itu untuk memenuhi kebutuhan gas pada pabrik Pupuk Sriwijaya (Pusri) sebesar 225 mmscfd.
Gas untuk Pusri itu berasal dari Pertamina EP Region Sumatera Selatan sebesar 166 mmscfd, dari Blok South Sumatera Extension (SSE) milik PT Medco EP Indonesia sebesar 45 mmscfd dan yang terakhir dari JOB Talisman sebesar 14 mmscfd.
Mengenai kepastian pasokan gas tahun depan, industri pupuk sudah teken MOU dengan Pertamina EP untuk menjamin pasokan gas sampai 2017. (sumber : www.kontan.co.id oleh Fitri Nur Arifeni)

Rabu, 01 Februari 2012

EVERYTHING YOU KNOW ABOUT PEAK OIL IS WRONG

by: Charles Kenny


"We’re not running out of resources. Quite the contrary. And in our abundance lies a paradox."


At some point in the coming months, the confrontation between the West and Iran over the Islamic republic’s nuclear program may reach a breaking point. Even assuming the two sides manage to avoid full-fledged military conflict, the crisis could still cause significant disruption to the world economy. An embargo against Iranian oil exports, or a move by Iran’s leaders to close the Straits of Hormuz—or both—could send the price of oil soaring and jeopardize the re-election hopes of leaders from Paris to Washington. And as happens with every oil crisis, pundits will insist that the pain we’re feeling is nothing compared to what it will be like when the world finally runs out of black gold.
We’ve been warned before. Four decades ago this year, five scientists from the Massachusetts Institute of Technology published an influential set of predictions regarding the sustainability of human progress. Titled Limits to Growth, their report suggested the world was heading toward economic collapse as it exhausted the natural resources, such as oil and copper, required for economic production. The report forecast that the world would run out of new gold in 2001 and petroleum by 2022, at the latest.
Over the intervening years, the threat of “peak oil” has stayed with us—the date when global petroleum production was to reach its supposed maximum, afterward and evermore to decline as dwindling reserves were tapped out. And the exhaustion of the world’s oil reserves was just the start. A host of other critical natural resources, from phosphorus to uranium, have been declared peaking or already peaked.
Forty years later, however, rereading Limits to Growth invokes a growing sense of irony. Far from being depleted, worldwide reserves of minerals continue to climb. New technologies suggest the dawn of U.S. energy independence. The biggest concern isn’t that the planet is running out of resources—it’s having too many for the planet’s own good.
Start with oil. In 1971, the Limits to Growth team forecast that the world’s supply would run out 10 years from today. And yet according to renowned oil analyst Daniel Yergen, technology advances and new discoveries have allowed oil reserves worldwide to keep growing. For every barrel of oil produced in the world from 2007 to 2009, 1.6 barrels of new reserves were added. The World Energy Council reports that global proven recoverable reserves of natural gas liquids and crude oil amounted to 1.2 trillion barrels in 2010. That’s enough to last another 38 years at current usage. Add in shale oil, and that’s an additional 4.8 trillion barrels, or a century and a half’s worth of supply at present usage rates. Tar sands, including some huge Canadian deposits, add perhaps 6 trillion barrels more.
We’re awash in more than oil. One British study from the 1930s predicted an acute global shortage of copper “within a generation.” Not so much. The U.S. Geological Survey estimates global land-based copper resources to be 3 billion tons or more—the equivalent of 185,000 years at current production. That’s almost double the estimate of resources from 11 years ago, which means the number may have further to climb. And when we do finally run out of land-based supplies, there are still the undersea sources to use up.
The long-term picture for phosphate, vital for fertilizer production, is also reassuring, despite a price spike in 2008: Estimated global phosphate reserves climbed from 11 million tons in 1995 to 65 million tons in 2010—equal to 369 years of current production. The list goes on: Current resource estimates suggest it will take 347 years to run out of helium, 890 for beryllium, centuries for chromium, more than a millennium for lithium and strontium. And for those Americans worried about the price of makeup, resources of talc in the U.S. alone are enough to provide more than 1,000 years of supplies at current rates of domestic production.
If we keep on using more minerals, and we don’t do a better job of recycling them, and plans to mine the moon don’t work out, we’ll surely run out of supplies one day. But for pretty much every vital mineral resource, that day looks to be a long way off, which is great news for the world economy. Limits to Growth suggested the world would be on the verge of complete economic collapse around about now, with industrial output falling to its level of 1900 by the end of this century, as resources vital to sustaining a modern economy dried up. However dire today’s global financial crisis, we are nowhere near such a doomsday scenario.
What’s more, expanding resource reserves are great news for poor countries, home to many of the world’s recent mineral discoveries. A growing number of developing economies are likely to earn money from drilling and mining, following in the recent footsteps of countries such as Ghana (on the cusp of an oil boom) and Mongolia (ramping up its copper exports). Although development experts often invoke the “resource curse”—the idea that oil and mining industries predestine a country to dictatorship and poverty—recent analysis by the World Bank suggests the fear of the curse is overblown. “As one might intuitively expect,” the Bank reports, “greater natural resource wealth is associated with higher GDP per capita.”
Managing this planetary cornucopia will, however, present significant challenges. Were we to continue expanding our resource use at current rates, we may pollute our way to a denuded planet. Mining, drilling, and moving industrial commodities is a messy business—the Gulf of Mexico oil spill is just one example—to say nothing of the impact on climate change. The tar sands fields in Alberta, Canada, alone contain 1.7 trillion barrels of oil. That is equal to roughly a half century’s supply at current global oil use—and it’s an environmentalist’s nightmare to extract. Two tons of tar sands are needed to produce every barrel of oil. Getting the sludge-like stuff to the surface takes pumping steam into the tar beds, which in turn takes burning natural gas to heat the steam water. Tar sands oil, in other words, requires greenhouse gasses to produce and emits even more when it is consumed. That was a major reason why climate change activists lobbied so hard for the White House to shut down the Keystone XL pipeline from Alberta to the Gulf of Mexico.
And yet the world economy is becoming increasingly lightweight. Industries consume fewer mineral resources for each dollar of output. As much as two-thirds of global economic activity consists of outputs that don’t pollute or even weigh anything at all—things such as entertainment, education, finance, and health care. The services sectors’ share of global output climbed from 53 percent in 1970 to 71 percent in 2010, according to World Bank data. In part because of that, the amount of energy the planet needs to generate the same amount of wealth is declining.
That evolution may not be happening fast enough to stave off climate change, but it suggests the possibility that we can keep improving global living standards even while reining in our collective impact on the global environment. If we tax carbon emissions, provide financial incentives to preserve global forests, and better regulate mining and drilling to reduce spills and toxic waste, perhaps the global population can protect the planet without sacrificing the well-being of future generations.
There are still plenty of good reasons to conserve the world’s mineral resources—just as there are very good reasons to avoid another war in the Middle East. But fear that the resources will run out isn’t one of them. (article published in Bloomberg Businessweek).

Pertamina EP Temukan Cadangan Migas di Tiung Biru

Pertamina EP berhasil menemukan minyak dan gas dari kegiatan eksplorasi struktur Tiung Biru sebesar 2.546 barel minyak per hari (BOPD) dan 2,75 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Keberhasilan ini merupakan penemuan eksplorasi pertama di Indonesia pada awal tahun 2012. 
Penemuan minyak dan gas bumi tersebut dibuktikan melalui uji kandungan lapisan (UKL)-1B pada sumur Tiung Biru (TBR)-2ST dengan interval 2174 – 2179 m dan 2169 – 2172 di Formasi Kujung pada jepitan 48/64 inchi. Uji kandungan lapisan ini merupakan salah satu dari enam UKL yang telah disetujui oleh BPMIGAS. 
Presiden Direktur Pertamina EP Syamsu Alam mengatakan, melalui keberhasilan ini diharapkan dapat serta membantu upaya pencapaian target penemuan minyak dan gas di Indonesia. “Kami bersyukur minyak dan gas bumi yang cukup besar berhasil ditemukan di Tiung Biru. Semoga penemuan ini bisa menambah optimisme kegiatan eksplorasi migas di Indonesia,” ujarnya.
Struktur Tiung Biru terletak sekitar 15 km sebelah Tenggara kota Cepu, Jawa Tengah, atau sekitar 28 km sebelah Baratdaya kota Bojonegoro, Jawa Timur. Proyek Area Fokus Eksplorasi (PAFE) Tiung Biru mengelola struktur Tiung Biru yang secara struktural merupakan satu kesatuan struktur dengan struktur Jambaran yang dikelola oleh Mobil Cepu Ltd. 
Untuk mendorong peningkatan produksi minyak Pertamina EP, maka Pertamina EP  mempercepat pengembangan struktur Tiung Biru melalui program POP (Put on Production) dari sumur TBR-1ST, dengan target produksi 210 BOPD, yang akan dicapai pada Q2/2012, serta mengajukan sumur TBR-2ST untuk dapat diproduksikan dengan skema produksi yang sama melalui POP, dengan target produksi 1000 BOPD.
Dari hasil Pemboran sumur eksplorasi TBR-1ST, yang telah dilakukan pada tahun 2009 yang lalu, diperoleh temuan minyak, kondensat dan gas. Selanjutnya, guna menilai keberadaan hidrokarbon di struktur Tiung Biru, BPMIGAS telah menyetujui pemboran 2 sumur penilaian (appraisal wells), yaitu TBR-2ST dan TBR-3. Pemboran sumur Tiung Biru-2ST yang merupakan sumur miring (deviated well) dibor pada sisi utara dari struktur Tiung Biru, ditajak pada 7 Oktober 2011, hingga kedalaman akhir 2206 mMD, dengan hasil temuan minyak dan gas.
Kegiatan Eksplorasi PAFE Tiung Biru bertujuan untuk membuktikan keberadaan hidrokarbon di struktur Tiung Biru yang akan menjadi landasan dalam proses Unitisasi Tiung Biru-Jambaran antara PT Pertamina EP dan Mobil Cepu Ltd. Dari hasil uji lapisan minyak yang berhasil pada Formasi Kujung membuktikan bahwa selain gas, cadangan minyak yang ada juga dapat memberikan hasil yang signifikan (source www.bpmigas.go.id)