Rabu, 30 Mei 2012

BPMIGAS CARI PEMBELI LNG MASELA

Jakarta - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengungkapkan segera mencari calon konsumen gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari kilang terapung Masela, di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku, yang dikelola Inpex Masela Ltd, setelah Front End Engineering Design (FEED) rampung dalam waktu dekat ini.

Rudi Rubiandini, Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, mengatakan pencarian calon konsumen kilang LNG Masela ini termasuk untuk pembeli dalam negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga ekspor.

"FEED hampir selesai, tapi secara resminya belum sampai ke BP Migas. Setelah itu segera melakukan pencarian pembeli dengan harga yang pantas," tutur Rudi, Selasa.
Setelah FEED selesai dan pencarian pembeli dilakukan, pihaknya secara paralel akan menuntaskan sertifikasi cadangan gas dari blok Masela yang menjadi sumber pasokan kilang tersebut. BP Migas menargetkan produksi gas dari blok Masela dapat dimulai pada 2018.
"Kami juga segera melakukan persiapan tender untuk proyek rekayasa, pengadaaan dan kontruksi (EPC) berbagai kegiatan," ujarnya.

Takanori Naito, Head of Geology, Subsurface Development Inpex Corporation, menyatakan kilang LNG Masela tersebut akan memproduksi gas alam cair berkapasitas 2,5 juta ton per tahun dan blok Masela pun akan menghasilkan kondensat sebanyak 8.400 barel per hari.
"Kami sudah mendapatkan persetujuan rencana pengembangan (PoD) pertama dari BP Migas pada Desember 2010. Sekarang masih dalam proses FEED untuk kilang LNG dan mungkin Mei nanti baru selesai FEED-nya," ujarnya.

Proyek kilang LNG Masela ini merupakan proyek kali pertama untuk kilang LNG terapung. Pasalnya, ini berada di tengah Laut Arafuru, Maluku, dengan kedalaman lebih dari 600 meter di bawah permukaan laut.

Adolf Hidayat, Senior Mechanical Engineer FLNG Department Inpex, mengatakan kilang LNG terapung ini berfungsi meminimalkan dampak lingkungan karena posisinya yang berada di tengah laut.

"Selain itu, capex (belanja modal) untuk FLNG (kilang LNG terapung) lebih murah dibandingkan kilang LNG di darat," ujarnya.

Daniel S Purba, Vice President for Gas and Engineering Project PT Pertamina (Persero), menuturkan pihaknya telah mengirimkan surat kepada BP Migas mengenai kesiapan perseroan untuk membeli LNG dari seluruh sumber gas potensial yang ada, termasuk LNG dari kilang LNG Masela. Perseroan membutuhkan LNG sebanyak 7-8 juta ton per tahun dalam beberapa tahun ke depan.

"Nantinya gas itu akan kami alokasikan untuk terminal penerima dan regasifikasi unit di Arun dan terminal mini LNG di kawasan timur Indonesia," tambahnya.

Berdasarkan laporan tahunan BP Migas 2010, pengembangan lapangan Abadi tahap pertama diperkirakan membutuhkan investasi US$ 4,99 miliar dan biaya operasi US$ 4,01 miliar. Investasi itu untuk mendanai pengeboran enam sumur pengembangan dengan satu drilling center serta pembangunan kilang pengolahan LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton per tahun.

Angka ini mengacu pada rencana pengembangan  pertama lapangan Abadi yang disetujui Menteri Energi pada 6 Desember 2010. Pembangunan kilang LNG dibuat dalam dua tahap, tahap I kapasitasnya 2,5 juta ton per tahun dan tahap II sekitar 2 juta ton per tahun. Inpex akan membangun fasilitas penunjang, seperti pelabuhan laut, udara, dan fasilitas lainnya di Pulau Selaru atau di Saumlaki, Kabupaten Maluku Barat Daya untuk mendukung operasional kegiatan proyek tersebut.

Produksi gas awalnya direalisasikan pada kuartal III 2018, dengan rata-rata produksi sebesar 355 juta kaki kubik per hari selama 30 tahun. Produksi awal kondensat sebesar 7.106 barel per hari akan ditingkatkan secara bertahap menjadi 8.194 barel per hari sepanjang 2020-2041. Setelah masa itu, produksi diperkirakan turun hingga 2049.

Proyek kilang Masela ini dimiliki mayoritas atau sebesar 60% oleh Inpex Masela Ltd, 30% oleh Shell, dan 10% dimiliki PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). (sumber Indonesia Financa Today)