Kamis, 26 Juli 2012

UU MIGAS TIDAK BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945

Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk menilai, UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Menurutnya, filosofi Pasal 33 UUD pada Ayat (2) yang berbunyi, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara dan Ayat (3) yang menyebutkan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, tidak bisa dimaknai sebagai anti asing.

"UU Migas tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/7/2012).

Ia mengatakan, jika negara tidak mampu membiayai pengolahan sumber daya alam maka diperbolehkan mengundang pemodal asing atau meminjam uang dari negara lain.

Pasalnya, bisnis perminyakan merupakan kegiatan usaha yang membutuhkan modal besar, teknologi mutakhir dan risiko yang besar. Sehingga, dengan menggandeng asing maka semua itu bisa dibagi secara rata.

Ia menambahkan, keberadaan perusahaan asing dalam sektor perminyakan juga telah dikenakan bagi hasil sesuai sistem kontrak kerja sama (KKS) dan juga membayar pajak. Maka dari itu, tidak semua keuntungan dinikmati asing.

"Malah, sebagian besar hasilnya buat kita sebagai sumber penerimaan negara yang selanjutnya untuk kesejahteraan rakyat kita juga," katanya.

Kepala Dinas Humas dan Kelembagaan BP Migas, A Rinto Pudyantoro mengatakan, sektor hulu migas memang industri yang memerlukan biaya dan teknologi tinggi dengan risiko yang tinggi. Kontraktor migas butuh waktu 6 -10 tahun untuk mendapatkan cadangan yang potensial.

"Jika tidak menemukan cadangan migas yang komersial, maka segala risiko termasuk biaya yang telah dikeluarkan menjadi tanggungan kontraktor," katanya.

Tapi jika dianggap komersial, maka butuh lagi waktu 1-3 tahun untuk membangun fasilitas dan mencari pembeli. Menurut Rinto, selama ini sudah dibuka kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan swasta nasional, BUMN, BUMD bahkan koperasi dan usaha kecil juga dapat turut ambil bagian.

"Jadi, tidak eksklusif hanya kepada perusahaan asing," ujarnya.

Saat ini, Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menggelar sidang "judicial review" UU Migas yang diajukan sejumlah tokoh dan ormas Islam. Pokok gugatan adalah UU dinilai lebih mementingkan perusahaan asing, sehingga melanggar Pasal 33 UUD. (Sumber detikfinance.com)