Rabu, 15 Agustus 2012

ASOSIASI TAMBANG MENDESAK AMANDEMEN UU MINERBA

Jakarta – Indonesia Mining Association (IMA) mendesak Pemerintah melakukan amandemen terhadap UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 8 UU No. 4/2009 menyatakan bahwa pengaturan kewenangan untuk mengeluarkan IUP beserta persyaratan pelengkap lainnya berada di tangan pemerintah kota/kabupaten. Menurut Pemerintah No: 24 tahun 2012, pasal 112B wewenang perpanjangan KK/PKP2B dalam bentuk IUP berada di tangan Menteri ESDM kedua hal tersebut berpotensi untuk dipertentangkan.
Dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 disebutkan bahwa kekayaan alam di Indonesia dikuasai oleh negara dan harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam pelaksanaan ketentuan Pasal 8 UU No.4/2009, penguasaan Negara seakan-akan dialihkan kepada kepala pemerintahan tingkat kota/kabupaten.

“Satu-satunya jalan bagi pemerintah untuk menyelesaikan kontradiksi regulasi ini adalah dengan mengamandemen UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No: 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Bila hal tersebut dilakukan maka ambiguitas dalam pengeluaran IUP antara pemerintah pusat dan daerah akan terselesaikan,“ kata Syahrir.

“Dengan melakukan hal ini saja sebenarnya sudah dapat menyelesaikan kontradiksi regulasi yang terkait dengan pengeluaran IUP. Seiring dengan itu, hal ini juga akan menghapus kesimpangsiuran yang menghambat perkembangan sektor pertambangan Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Syahrir Abubakar.
Menurutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki pandangan yang tepat mengenai cara untuk menyederhanakan kerangka regulasi yang kontradiktif dan simpang siur dalam industri pertambangan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyederhanakan proses pengeluaran Izin Usaha Pertambangan (IUP), melalui perkuatan Pemerintah Provinsi. “Namun, faktor keberhasilannya sangat tergantung dari apakah Pemerintah dan DPR sepakat untuk melakukan Amandemen UU No: 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, serta dihadirkannya Negara,” katanya.
Dia melanjutkan Presiden SBY patut mendapatkan apresiasi karena telah berhasil mengarahkan kebijakan dengan tepat. Pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu, Presiden menyatakan bahwa terlalu banyak pejabat yang terlibat dalam proses pengeluaran IUP, ujarnya pada acara Media Briefing IMA yang bertemakan

Pengaruh Perkembangan Regulasi Pertambangan Terhadap Kontrak Karya (KK), IUP, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Jakarta.

“Perkembangan yang diinginkan oleh Presiden sepertinya sesuai dengan yang diinginkan oleh banyak pemangku kepentingan di industri pertambangan, yaitu menuju arah yang lebih baik - lebih sedikit birokrasi dan lebih memiliki kejelasan dalam hal persetujuan perizinan,” Syahrir menambahkan.
Namun, menurutnya kesuksesan pernyataan tersebut terletak pada berhasil atau tidaknya pemerintah untuk menyelaraskan regulasi-regulasi yang kontradiktif dan simpang siur yang pada saat ini telah menyebabkan kekacauan di dalam industri pertambangan Indonesia. 
Syahrir kembali menambahkan bahwa kesuksesan dalam menjalankan pernyataan Presiden tersebut dapat diperbesar bila pemerintah melakukan amandemen terhadap UU No.32/2004 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU No: 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Selain melakukan amandemen, pemerintah juga perlu mengatur penempatan pejabat-pejabat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai perwakilan negara di kantor dinas ESDM tingkat kota/kabupaten.
Tindakan tersebut perlu dilakukan mengingat kewenangan pengelolaan tambang (termasuk perijinan) telah di serahkan kepada Daerah melalui pasal 8 UU No: 4tahun 2009.

Salah satu kontroversi dari regulasi yang ada diantaranya adalah Pasal 169a UU No.4/2009 yang menyatakan bahwa semua KK yang ditandatangani sebelum dikeluarkannya UU No.4/2009 akan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. Tetapi, Pasal 169b mengatakan bahwa semua pemegang KK diperintahkan untuk menyesuaikan kontrak mereka dalam waktu satu tahun sejak diterbitkannya UU No.4/2009, Kontroversi tersebut telah menghambat rencana renegosiasi KK/PKP2B. Kecuali jika hal itu berkaitaana renegosiasi dengan pendapatan negara. Lebih lanjut lagi, dalam Pasal 169c dijelaskan bahwa pengecualian dalam Pasal 169B dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Jika para pelaku industri pertambangan menyesuaikan kontrak mereka saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka sektor penerimaan negara dari pajak badan akan mengalami penurunan, karena yang diatur dalam KK/PKP2B jauh lebih besar dari ketentuan yang saat ini tengah berlaku.

Syahrir mengulangi pentingnya Pemerintah pusat untuk mempertimbangkan penempatan pejabat dari Kementerian ESDM sebagai perwakilan negara di kantor dinas ESDM tingkat Provinsi. Dengan melakukan hal ini, negara akan dapat mengendalikan aktivitas di pemerintahan kota/kabupaten, terutama atas aktivitas pertambangan yang melibatkan komoditi pertambangan yang bersifat vital atau strategis. (*)