Selasa, 28 Agustus 2012

PRODUKSI PREMIER OIL NAIK 26,5%

Jakarta - Premier Oil Plc, perusahaan minyak dan gas asal Inggris, mencatat realisasi produksi gas di Indonesia sepanjang semester I 2012 sebesar 248 miliar british thermal unit per hari (bbtud), naik 26,5% dari periode yang sama tahun lalu 196 bbtud. Simon Lockett, Presiden Direktur Premier Oil, menyatakan kenaikan tersebut seiring dengan mulai berproduksinya Lapangan Gajah Baru, Blok West Natuna Blok A di Kepulauan Riau pada Oktober 2011.

Produksi gas dari Blok West Natuna Blok A pada paruh pertama tahun ini naik 39,6%  menjadi 215 bbtud, naik dari 154 bbtud pada semester I 2011. Produksi tersebut berasal dari Lapangan Anoa dan Gajah Baru. Untuk produksi minyak dari Lapangan Anoa 2.600 barel per hari, naik dari 1.700 barel per hari pada periode yang sama tahun lalu

Sementara dari Lapangan Kakap yang 18,75% sahamnya dikuasai Premier Oil menyumbang gas 33 bbtud, atau turun 21,4% dari produksi periode yang sama tahun lalu 42 bbtud. Produksi minyak dari lapangan ini 4.000 barel per hari.
Jika diakumulasikan total produksi migas dari lapangan yang dikelola perseroan di Indonesia sebesar 14.600 barel setara minyak per hari (boepd) pada semester I 2012, atau naik 35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu 10.800 boepd.

Produksi migas dari Indonesia menyumbang 25% dari total produksi Premier Oil di berbagai negara sebesar 58.400 boepd  pada paruh pertama tahun ini. “Kinerja produksi yang membaik di Indonesia dari Blok West Natuna Blok A," kata dia seperti dikutip dari keterangan resmi perseroan.
Saat ini Premier bekerja sama dengan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) terus berdiskusi dengan pembeli potensial mengenai penjualan gas tambahan sebesar 40 bbtud  ke konsumen domestik dari lapangan Gajah Baru.

Gde Pradnyana, Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, menyatakan pasokan gas dari Lapangan Gajah Baru batal didistribusikan ke PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), badan usaha milik negara di sektor aneka industri, karena perusahaan itu keberatan dengan harga yang dipatok. "Kami sedang menawarkannya ke PT PLN (Persero) untuk memenuhi pasokan gas di Batam," jelas dia.

M Suryadi Mardjoeki, Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak dan Gas PLN, menyatakan perseroan masih melakukan pembicaraan terkait pasokan gas dari Lapangan Gajah Baru. Kemungkinan PLN tidak akan menyerap seluruh pasokan gas tersebut.

Rudi Rubiandini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya mengatakan dipilihnya untuk menerima pasokan dari Lapangan Gajah Baru karena pulau itu membutuhkan gas. Selain itu, harga beli gas juga lebih murah jika dibandingkan gas itu didistribusikan ke Jawa.

Harga jual gas ke Batam sekitar US$ 4,9 per juta british thermal unit (mmbtu) ditambah biaya transportasi US$ 1,5 per mmbtu. Sedangkan jika dibawa ke Jawa, harga gas melonjak menjadi US$ 9,8 per mmbtu. "Inilah yang membuat Krakatau Steel enggan mengambil gas dari Lapangan Gajah Baru,” katanya.

Gas dari Lapangan Gajah Baru awalnya memang untuk memasok pembangkit milik PLN di Batam. Namun karena ketidaksiapan pipa, gas rencananya akan dialirkan ke konsumen Singapura. Sebagai gantinya, PLN akan mendapat pasokan dari Blok Koridor milik ConocoPhilips ke pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Muara Tawar. Sehingga gas akan mengalir melalui pipa South Sumatra West Java (SSWJ) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).

Namun kapasitas penyaluran dari Muara Bekasi hingga ke PLTGU Muara Tawar sudah penuh. Kapasitas meter di Muara Bekasi yaitu 530 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Kapasitas tersebut sudah dipakai untuk mengalirkan gas dari Lapangan Grissik 370-400 mmscfd dan Lapangan Jambi Merang 150 mmscfd. (Sumber: Indonesia Finance Today)