Rabu, 29 Agustus 2012

GAS UNTUK DOMESTIK TERKENDALA INFRASTRUKTUR


Jakarta - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas  Bumi (BPMIGAS) telah memenuhi semua kebutuhan pasokan gas untuk domestik khususnya pemenuhan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG). Disisi lain karena keterbatasan terminal penerima (receiving terminal) yang hanya terdapat di lepas pantai utara Jakarta maka produksi LNG yang tidak mampu diserap terpaksa dikirim ke pasar spot untuk menghindari potensi kehilangan yang lebih besar.

Misalnya, kebutuhan LNG untuk domestik pada tahun ini yang sudah terpenuhi adalah untuk pabrik pupuk PT Pupuk Iskandar Muda sebesar 8 kargo, bahkan pasokan gas untuk kebutuhan pabrik pupuk ini hingga tahun 2014 telah dapat diamankan.

Sementara untuk pasokan ke PT Nusantara Regas yang mengelola Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Teluk Jakarta, BPMIGAS telah mengalokasikan LNG sebanyak 26 kargo pada tahun ini namun pihak Nusantara Regas ternyata hanya mampu menyerap 14 kargo LNG pada tahun ini.  

Secara keseluruhan alokasi gas untuk domestik saat ini terus mengalami peningkatan sejak tahun 2003 yang hanya sebesar 2,38 triliun kaki kubik, melonjak menjadi 20,52 triliun kaki kubik pada tahun 2011. 

Peningkatan terbesar adalah untuk alokasi industri dari hanya sebesar 0,1 triliun kaki kubik pada tahun 2003, meningkat tajam menjadi 10,18 triliun kaki kubik pada tahun 2011.
Sementara alokasi untuk kelistrikan yang pada tahun 2003 hanya sebesar 1,18 triliun kaki kubik, saat ini telah mencapai 7,01 triliun kaki kubik pada tahun 2011.

 “BPMIGAS akan selalu memprioritaskan pasokan gas untuk pasar domestik, tetapi hal ini mustahil dilaksanakan tanpa adanya ketersediaan infrastruktur,” ujar Kepala Dinas Hubungan Kemasyarakatan dan Kelembagaan BPMIGAS A. Rinto Pudyantoro di Jakarta, Rabu (29/8).

Akibat ketiadaan infrastruktur penerima gas di domestik tersebut maka sejumlah LNG yang seharusnya sudah dialokasikan untuk pasokan domestik terpaksa harus dijual ke pasar spot karena jika dibiarkan berdampak pada penutupan sumur. “Jika sumur gas harus ditutup maka akanmengganggu produksi gas secara keseluruhan bahkan menyebabkan matinya sumur gas,” katanya.

Saat ini terdapat sejumlah proyek gas yang memiliki potensi produksi cukup besar, namun jika tidak ada infrastruktur yang disiapkan sesegera mungkin untuk dapat menerima gas tersebut di domestik maka komitmen BPMIGAS untuk memenuhi kebutuhan gas domestik menjadi terkendala.

Sebagai contoh dari sisi hulu, Menteri ESDM Jero Wacik telah menyetujui alokasi gas dari kilang LNG Tangguh Train-3 sebesar 40 persen untuk domestik, namun jika tidak ada infrastruktur maka akan sulit untuk mengirimkan LNG tersebut ke pasar domestik.

Selain itu beberapa proyek gas besar yang diharapkan bisa mulai beroperasi dalam beberapa tahun ke  depan adalah Indonesia Deepwater Development (IDD) dengan operator Chevron Indonesia Company; Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau dengan operator Eni Muara Bakau B.V; dan Lapangan Abadi, Blok Masela dengan operator Inpex Masela LTD. Plan of Development (POD) proyek-proyek ini sudah disetujui dan saat ini sedang dalam proses konstruksi.

Sementara pengembangan Coal Bed Methane (CBM) oleh VICO Indonesia telah mulai berproduksi dalam skala kecil dan diperkirakan akan memasok gas cukup besar ke kilang LNG Bontang dalam beberapa tahun kedepan.

“Apabila kita perhatikan, semua proyek-proyek tersebut berlokasi di wilayah timur Indonesia, beberapa malah jauh di tengah laut. Tanpa infrastruktur terminal regasifikasi dan pipa yang memadai, tidak mungkin gas dari proyek-proyek tersebut bisa dimanfaatkan oleh domestik,” ujar Rinto.

Pengembangan infastruktur gas dalam negeri memang tidak berjalan sesuai harapan. Misalnya saja, dari beberapa floating storage regasification unit (FSRU) yang direncanakan, baru satu yang sudah benar-benar beroperasi, yaitu FSRU Jawa Barat yang dioperasikan oleh PT Nusantara Regas.

“Dalam rangka pemenuhan kebutuhan gas domesik, industri hulu migas selalu siap memasok gas. Terbukti, saat FSRU Jawa Barat ini rampung, kontraktor kks di Blok Mahakam langsung mengirimkan cargo LNG ke Jawa Barat. Kita menunggu FSRU-FSRU lainnya untuk segera beroperasi juga,” ujar Rinto.

BPMIGAS juga berharap infrastruktur gas yang terkait dengan pemanfaatan gas untuk transportasi juga dapat segera diselesaikan. Untuk mendukung konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) di sektor transportasi, bulan Mei lalu BPMIGAS telah memerintahkan 16 Kontraktor KKS untuk memasok gas ke 21 perusahaan daerah yang akan memasok lebih lanjut untuk keperluan BBG.(*)