Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko
Pertamina Afdal Bahaudin mengatakan, sesuai dengan kebijakan Venezuela,
investor hanya mendapat bagian berupa dividen, dan bukan minyak. Namun
Pertamina menginginkan investasinya bisa menjadi off-taker minyak produksi
Petrodelta SA. “Selain itu, kami juga meminta apa bisa dividen dalam bentuk
crude oil,” ujarnya kepada Tempo.
Juni lalu, Pertamina membeli 32 persen kepemilikan Harvest
Natural Resources Inc di ladang minyak Petrodelta SA senilai US$ 725 juta.
Pemiliknnya adalah Petroleos deVenezuela SA (PDVSA), perusahaan nasional milik Venezuela.
Pembelian senilai Rp 6,5 triliun tersebut semua untuk
menambah cadangan minyak Pertamina. Namunyang terjadi justru sebaliknya.
Perusahaan minyak milik pemerintah mi hanya memperoleh dividen dan kegiatan
mvestasinya tersebut. Tak hanya itu, perolehan dividen ditentukan oleh
pemerintah Venezuela.
Sumber Tempo yang mengetahui kegiatan investasi menilai
kebijakan Pertamina memasuki Venezuela tak menguntungkan korporat. Alasannya
kegiatan investasi minyak di negeri itu lebih banyak dipengaruhi kepentmgan
politik. “Tak ada jaminan kepastian politik di sana, pemerintah yang berkuasa
bisa tiba-tiba melakukan nasionalisasi kepemilikan asing,” ujarnya.
Padahal, kata dia,yang dibutuhkan Pertamina adalah menambah
cadangan minyaknya di dalam dan luar negeri. “Kegiatan investasi di Venezuela
sangat berisiko bagi Pertamina.”
Menurut Afdal, Pertamina meminta bantuan pemerintah untuk
mendorong adanya jaminan kepastian dividen. Dia mengatakan, dasar kerja sama
antar pemerintah ini juga dilakukan oleh negara-negara lain..”Negara lain,
seperti Vietnam dan Cina, juga melakukan ini.”
Saat ini, kata dia, transaksi pembelian 32 persen saham
Petrodelta dan Harvest Natural Resources Inc belum final. Pertamina dari
Harvest baru menandatangam Sales-Purchase Agreement yang memiliki tiga syarat,
yaitu persetujuan pemegang saham Pertamina atas transaksi, persetujuan pemegang
saham Harvest atas transaksi, dan persetujuan pemerintah Venezuela atas
peralihan kepemilikan saham.
Untuk itu, Afdal berharap, adanya dukungan pemerintah dalam
bentuk pembicaraan antar pemerintahan sangat membantu. “Kalau cuma Pertamina,
sulit buat kami berbisnis di sana, karena kami juga tidak bisa ikut manajemen
di sana.”
Sejauh ini pihak komisaris telah merestui aksi korporasi
itu. Presentasi informal kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku
pemegang saham juga telah dilakukan. Hanya, kata dia, persetujuan investasi ini
baru bisa dikeluarkan dalam rapat umum pemegang saham pasca-transaksi.
Untuk kegiatan investasi di Venezuela in kata Afdal,
Pertamina menggunakan dana hasil penjualan surat utang global (global bond)
yang diterbitkan tahun lalu. Namun dia belum mau memerinci komposisi pendanaan.
“Komposisi pendanaan, belum tahu. Nanti saja kalau transaksinya sudah jadi.”
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini
menyatakan mendukung kegiatan investasi Pertamina di luar negeri:
Namun, dia mengingatkan, investasi di Venezuela berbeda
dengan dl negara lam. “Sangat sulit membawa minyak dari sana, karena negara itu
sedang gencar melakukan nasionalisasi,” ujarnya kemarin.
Program nasionalisasi yang dilakukan Venezuela, kata dia,
juga direncanakan diterapkan di Indonesia. “Tapi bukan sekarang.”
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan kelanjutan investasi ini masih melihat perkembangan stabilitas politik Venezuela. Apalagi, Oktober mendatang, negara yang dipimpinHugo Chavez ini akan menggelar pemilihan (Sumber: Koran Tempo)