Selasa, 07 Agustus 2012

BENARKAH UU MIGAS BERTENTANGAN DENGAN PASAL 33 UUD 1945


Oleh Erman Rajagukguk, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Dalam sebuah pertemuan dengan wakil-wakil organisasi rakyat di gedung Sono Suko di Solo pada tahun 1951, proklamator dan bapak bangsa Indonesia, yang juga perumus terpenting Pasal 33 ketika Undang-undang dasar (UUD) 1945 dirancang, Mohammad Hatta mengatakan:

Untuk membangun negara Kita, Kita tidak mempunyai kapital, karena itu kita pakai kapital asing untuk kepentingan kita, Kita anti kapitalisme, tetapi tidak anti kapital. Kita djuga tidak segan-segan memakai tenaga bangsa asing, karena kita memang kekurangan tenaga ahli. Mereka itu kita bajar, menurut ukuran pembajaran internasional yang memang tinggi, djika dibanding dengan pembajaran kepada tenaga-tenaga ahli kita. Hal itu djangan diirikan, karena mereka itu tidak mempunyai kewajiban terhadap Negara kita, sedang kita mempunyai kewajiban terhadap Negara dan bangsa.

Ada sementara golongan dalam masyarakat kita yang kawatir, bahwa dgn memakai kapital asing itu, kita akan jatuh kembali kedalam penjajahan. Mereka itu masih dihinggapi oleh restan-rentan zaman kolonial yang minderwaardigheids complex dan zaman kolonial dahulu. Sebagai bangsa yang telah merdeka, kita harus mempunyai kepercayaan atas diri kita sendiri. (Pedoman, Rabu 19 September 1951).

Mohammad Hatta dalam pidatonya pada Har Koperasi 12 Juli 1977 mengulangi kembali pengertian Pasal 33 UUD 1 945 dengan mengatakan antara lain:

Dikuasai oleh Negara dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terhadap pada peraturan guna melancarkan jalan ekonomi.

Cita-cita yang tertanam datam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ialah produksi yang besar-besar sedapatdapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan bantuan kapital pinjaman dan luar. Apabila siasat ini tidak berhasil, perlu juga diberi kesempatan kepada pen gusaha asing menanam modalnya di Indonesiadengan syarat yang ditentukan oleh Pemerintah. Pokoknya modal asing yang bekerja di Indonesiaitu membuka kesempatan bekerja bagi pekenja Indonesiasendiri. Daripada mereka hidup menganggur, lebih baik mereka bekerja den gan jaminan hidup yang cukup.

Cara begitulah dahulu kita memikirkan betapa melaksanakan pembangunan ekonomi dengan dasar Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. kemudian diberi kesempatan kepada golongan swasta untuk men yerahkan pekerjaan dan kapital nasional. Apabila tenaga nasionat dan kapital nasional tidak mencukupi, kita pinjam tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi.” (Sri-Edi Swasono, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi).

Apa yang dinyatakan oleh Mohammad Hatta tersebut di atas pada tahun 1951 di Solo itu dan diulanginya lagi pada tahun 1977 telah menjadi kebijakan dibidang minyak dan gas bumi (migas) sebagaimana yang tercermin dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. UU tersebut menunjukkan tanggung jawab Negara untuk membenikan kesejahteraan menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketika negara tidak mempunyai cukup modal untuk menggali minyak dan gas bumi.

Dengan demikian tidak benar bahwa UU Migas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang memberi peluang kepada korporasi internasional untuk memasuki bisnis Migas di Indonesia.Yang benar adalah, Indonesia tidak mempunyai cukup modal untuk menggali minyak dan gas bumi, karena sektor mi memerlukan modal yang besar, mempunyai risiko yang tinggi, dan memerlukan keahlian khusus. Perlu waktu 6-10 tahun untuk memastikan apakah suatu eksplorasi bisa dilanjurkan menuju eksploitasi, dan perlu waktu 1-3 tahun lagi untuk membangun fasilitas. Segala biaya yang diperlukan dalam masa eksplorasi dan eksploitasi tersebut menjadi beban Kontraktor. Pengembalian biaya tersebut semata-mata diperhitungkan dan hasil migas (jika migas ada dan dapat diproduksikan secara komersial).

Dalam hal suatu wilayah kerja tidak benhasil menemukan cadangan migas yang komersial, maka wilayah kerja tersebut dikembalikan ke Pemerintah. Biaya Kontraktor yang telah keluar menjadi tanggungan dan resikonya sendin. Sebagai sumber daya alam tidak terbarukan, produktivitas akan menurun secara alamiah dan memproduksi migas semakin lama semakin mahal, sedangkan biaya produksinya semakin tinggi.

Seperti yang dikatakan oleh Bapak Pendiri Bangsa (Founding Fathers) Mohammad Hatta, memberikan kesempatan kepada korporasi internasional tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, karena pasal tersebut tidak melarang modal asing.

Dalam perkembangan selanjutnya Mahkamah Konstitusi menafsirkan Pasal 33 UUD 1945 tersebut sebagai berikut. UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan (regelendaad) oleh negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemenintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui Negara c.q. Pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Demikian pula fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad) oleh negara dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benarbenar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat. (Putusan Mahkamah Konstitusi RI. No. 001-021-022/PUU-I/2003). (Sumber Koran Tempo)