Sumber di Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP
Migas) permintaan cost recovery tersebut sulit disetujui karena
permintaan perusahaan pelat merah tersebut sangat tinggi. "Lagipula,
untuk bisnis LPG dan LNG, Pertamina menolak untuk diaudit," tegas sumber
tersebut," katanya, Kamis (16/8)
Surat bernomor 280/C00000/2011-S0 tertanggal 2 Mei 2011 perihal fee
Pertamina untuk LNG, LPG, minyak mentah dan pengelolaan gas pipa pada
tahun 2011 yang diterima, ditandatangani Direktur Keuangan Andri T
Hidayat dengan tembusan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri ESDM
Jero Wacik dan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Surat tersebut merinci fee bisnis LNG dengan kuantitas 813.667.879
mmbtu dan tarif USD 13,84 sen per mmbtu sebesar USD 112.611.634. Lalu
untuk bisnis LPG dengan kuantitas 30.889.753 mmbtu dan tarif USD 13,84
sen per mmbtu sebesar USD 4.275.141.
Kemudian bisnis Minyak Mentah meliputi Pengelolaan dan pencegahan
tank top sebesar USD 292.729.704,25, ekspor sebesar USD 268.443,90,
cride constraints USD 29.767.630,22, Lapangan Marginal sebesar USD
15.485.509,87, Penanganan basic sediment and water sebesar USD
116.173.911,94.
Sedangkan bisnis Pengelolaan Gas Pipa meliputi Manajemen Domestik
sebesar USD 526.561,81. Manajemen Ekspor sebesar USD 3.959.947,34.
Operasi sebesar USD 5.684.639,98. Tetapi tidak hanya itu, pemerintah
juga kena pajak sebesar 10 persen atau USD 58.148.313,57 sehingga total
cost recovery Pertamina mencapai USD 639.631.449,23